• work
  • clients
  • index
  • Instagram
  • Menu

Hello

  • work
  • clients
  • index
  • Instagram

T : +62 819 1111 8899

design@garismiringstudio.com

Jl. Pantai Batu Bolong No.80, Canggu, Kec. Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali.

Kintsugi, the Japanese art of repairing broken pottery using gold, silver, or platinum

Kintsugi, the Japanese art of repairing broken pottery using gold, silver, or platinum

Keindahan dalam Ketidaksempurnaan

March 17, 2020 in Article

Seperti yang telah dibahas pada artikel sebelumnya, masyarakat konsumeris telah menyebabkan banyak masalah lingkungan. Desainer wajib ikut serta dalam usaha menyelesaikan masalah ini dengan merancang ulang sistem produksi-konsumsi yang berkelanjutan. Perubahan nilai estetika masyarakat yang lebih condong ke ketidaksempurnaan diharapkan dapat membuat produksi dan konsumsi lebih berkelanjutan  (Salvia, Ostuzzi, Rognoli, & Levi, 2010).

Dalam budaya Jepang, filosofi mengenai keindahan dalam ketidaksempurnaan, tidak kekal, dan tidak lengkap disebut sebagai wabi sabi (Koren, 1994). Ideologi ini telah berkembang sejak sekitar 900 tahun masehi yang berpuncak pada abad ke 16 (Juniper, 2003). Kata wabi dalam bahasa Jepang diterjemahkan sebagai merana, sedangkan sabi mengacu kepada kefanaan. Ideologi yang berasal dari ajaran Budha ini berpusat pada penerimaan kefanaan dan ketidaksempurnaan hidup. Nilai estetika ini berada di luar dikotomi yang sederhana dan yang luar biasa, yang indah dan yang buruk (Sartwell, 2006).

Wabi sabi membentuk persepsi baru tentang waktu, dilihat sebagai hal yang tidak kekal, yang dinyatakan melalui tanda-tanda yang tercetak pada permukaan sebuah obyek. Maka dari itu, nilai perubahan dan ketidaktetapan dapat dijadikan basis desain. Diusulkan empat pendekatan dalam desain berkelanjutan dengan estetika ketidaksempurnaan yang awet dan bertambah nilai seiring dengan waktu, yaitu:

  1. Unik Standar; nilai yang muncul dari kecacatan atau diferensiasi pada tahap produksi

  2. Tanda waktu dan penggunaan; produk sebagai elemen dinamis

  3. Kerusakan diikuti dengan perbaikan; aspek emosional yang berkelanjutan

  4. Kerusakan diikuti dengan fungsi baru; kerusakan membuka peluang untuk fungsi kreatif

References

Juniper, A. (2003). Wabi sabi the japanese art of impermanence. Boston: Tuttle Publishing.

Koren, L. (1994). Wabi-Sabi for Artists, Designers, Poets and Philosophers. Stone Bridge Press.

Salvia, G., Ostuzzi, F., Rognoli, V., & Levi, M. (2010). The value of imperfection in sustainable design. Sustainability in Design: NOW!

Sartwell, C. (2006). I sei nomi della bellezza, L’esperienza estetica del mondo. Torino: Giulio Einaudi Editore s.p.a.

Tags: ketidaksempurnaan, wabi sabi, arsitek bali, arsitek jakarta, jasa arsitek jakarta, jasa arsitek bali
Prev / Next