Jejak Karbon Bahan Baku Arsitektur

Darurat iklim akibat emisi karbon terus menjadi fokus dunia dalam menangani perubahan iklim. Dengan 36% energi global berasal dari bangunan dan 8% emisi global hanya dari semen, komunitas arsitetur sangat terkait dengan arus material, energi dan ide yang berhubungan dengan perubahan iklim, sebagai penyebab maupun penyelesai.

Dengan penggunaan beton, baja dan kayu yang mendominasi industri konstruksi, bagaimanapun usaha untuk mengurangi dampak lingkungan dari pembangunan akan melibati revolusi pembuatan dan penggunaan bahan baku tersebut. Maka dari itu, mari lihat biaya lingkungan dan keuntungan di balik bahan baku yang paling banyak ditemukan pada arsitektur modern.

bahan-baku-arsitektur-jasa-arsitektur-jakarta.jpg

Beton

Lebih dari 4 milyar ton semen diproduksi setiap tahun, melepaskan lebih dari 1.5 milyar ton karbon dioksida. Kedepannya, setelah pembangunan bergeser kepada pasar Asia Tenggara dan Afrika Sub-Sahara, diprediksikan produksi semen akan meningkat 25% hingga tahun 2030 untuk memenuhi permintaan.

Mengapa Semen sangat berpolusi? Proses transportasi sering disalahkan sebagai penyebabnya namun ini hanya menyumbang 10% dari emisi karbon semen. Lebih dari 90% emisi sektor semen disebabkan pembuatan klinker, elemen utama beton. Proses ini membakar batu gamping, tanah liat, biji besi dan abu hingga 1,400C. Campuran ini menghasilkan kalsium oksida dan melepaskan karbon dioksida dan meninggalkan bola abu disebut klinker. Klinker kemudian didinginkan, digiling dan dicampur dengan batu gamping dan gipsum untuk menghasilkan semen siap transport.

bahan-baku-arsitektur-jasa-arsitek-bali.jpg

Baja

Lebih dari 1.2 milyar ton baja mentah diproduksi setiap tahun dengan 1.83 ton CO2 untuk setiap ton baja. Produksi baja berkontribusi 7 hingga 9% emisi bahan bakar. Baja tidak hanya bahan baku utama industri arsitektur modern, tetapi juga merupakan salah satu komoditas paling banyak diperdagangkan setelah minyak. Sehingga lebih banyak tekanan pada industri baja untuk memproduksi tipe baja yang lebih ramah lingkungan.

Seperti beton, proses pembuatan baja memerlukan pemanasan bahan baku pada suhu yang sangat tinggi, dengan metode yang sama sejak revolusi industri. Pembakaran memerlukan bahan bakar berasal dari batu bara untuk mengubah biji besi menjadi cairan logam yang diproses menjadi baja. Karbon dioksida tentunya menjadi hasil sampingan dari proses ini.

Namun ada 2 cara untuk mengurangi jejak karbon dalam pembuatan baja, yaitu dengan menghindari karbon dioksida dengan bahan bakar lain yang tidak berbasis karbon. Atau bisa juga menggunakan teknologi pengelolaan limbah, tetapi belum diketahui metode mana yang lebih memungkinkan.

bahan-baku-arsitektur-arsitektur-bali.jpg

 Kayu

Kayu memiliki empat perbedaan utama dari beton dan besi. Yang pertama, kayu adalah bahan baku yang dapat diperbaharui. Kedua, kayu memerlukan energi yang lebih sedikit dibanding keduanya untuk produksi dan daur ulang. Ketiga, kayu tidak menghasilkan sampah dan dapat digunakan kembali sebelum dijadikan bahan bakar. Keempat, kayu menyerap karbon dioksida, satu pohon dapat menyerap 1 ton karbon dioksida. Jejak karbon kayu yang rendah, akhir akhir ini mendorong penggunaan kayu sebagai konstruksi skala besar di masa depan. Beberapa produk kayu yang diproses menjadi lebih kuat atau awet mulai tersedia, sehingga memungkinkan standarisasi dan pengembangan alternatif yang lebih ekologis diibanding beton dan besi.   

Sumber: https://www.archdaily.com/933459/the-carbon-cost-of-key-raw-materials-in-architecture