You say to brick, “What do you want, brick?” Brick says to you, “I like an arch.” if you say to brick, “arches are expensive and I can use a concrete lintel over an opening. What do you think of that, brick?” Brick says: “I like an arch.” —Louis Kahn
Pada awal abad ke 20an, gerakan Bauhaus mengemukakan teori tentang materialitas. Ajaran ini muncul untuk menentang pengembangan pesat produksi bahan sintetis yang mulai menggantikan bahan alami. Ajaran ini kemudian banyak dianut para arsitek diambang perkembangan arsitektur modern, seperti pada kutipan di atas.
Materialitas atau material honesty diartikan sebagai penggunaan dan pemilihan material sesuai dengan sifat asli mereka (Kaufmann, 1955) tanpa menutupinya dengan material lain atau mengubah bentuknya. Sifat material ini kemudian mempengaruhi pembentukan wujudnya (Nesbitt, 1996). Maka dari itu, satu material tidak dapat digantikan dengan yang lain karena dapat merusak sifat aslinya (Whiteley, 1993). Penggunaan material secara jujur berperan penting dalam meningkatkan pengalaman bagi pengamat arsitektur.
Contoh penerapan materialitas misalnya mengekspos beton tanpa dicat dan bekas bekisting tidak diampelas, urat kayu dibiarkan tanpa diampelas atau dicat, atau patina tembaga yang utuh. Prinsip materialitas kami pegang dalam proses desain kami, sehingga penerapannya dapat dilihat dalam karya-karya kami.
Daftar Pustaka
Kaufmann, E. (1955). Architecture in the age of reason; baroque and postbaroque in England, Itly and France. Cambridge: Harvard University Press.
Nesbitt, K. (1996). Theorizing a New Agenda for Architecture: an Anthology of Architectural Theory 1965-1995. New York: Princeton Architectural Press.
Whiteley, N. (1993). Design for Society. London: Reaktion Books.